Memaknai Kurikulum Pendidikan Rahmatan Lil Alamin

01.11 Unknown 0 Comments

          Sangat menarik dan merasa tergugah. Begitulah kesan ketika membaca ulasan Fathorrahman Ghufron tentang ‘’ Kurikulum Pendidikan Islam Rahmatan lil alamin ‘’ (Jawa Pos edisi Selasa, 29 Maret 2016). Catatan ini mengapresiasi terobosan Dirjen Pendidikan Islam (pendis) Kementrian Agama, Prof. Dr Kamarudin Amin yang merilis kurikulum Pendidikan Islam Rahmatan lil alamin. Langkah strategis Kemenag RI dalam memberlakukan kurikulum pada lembaga pendidikan formal madrasah dan perguruan tinggi Islam dan pondok pesantren ini ditempuh untuk menghindari terjadinya radikalisme dalam dunia keterpelajaran yang bersumber dari muatan materi yang berisikan paham ekstrimis dan fundamentalis yang kini sedang menggejala
            Radikalisme menjadi bahan pembicaraan global di dunia. Terbaru, setelah adanya goncangan bom di Brussel, Belgia beberapa hari lalu tersusul oleh terjadinya ledakan bom serupa di Taman Gulsan–i-iqbal, Lahore, Pakistan yang menewaskan 72 orang dan 341 lainnya luka luka. Hal ini menyiratkan bahwa dunia darurat terorisme. Bahaya laten virus ini tidak akan pernah habis karena ideologi radikalisme terpatri kuat dalam pribadi pelaku teror itu sendiri. Kisah Afif misalnya, pelaku Teror Thamrin beberapa bulan lalu yang merupakan narapidana kasus serupa. Di Lapas, siraman rohani tentang deradikalisasi secara utuh diberikan. Namun, bukannya insaf, ketika bebas, pelaku malah beringas dalam menjalankan aksi ‘’jihad’’ menurut ideologinya.
             Begitulah yang terjadi jika ideologi radikalime sudah mendarah daging dalam diri teroris. Lantas, bagaimanakah cara membendung pola pemahaman menyesatkan tersebut dalam lingkungan keseharian anak kita, terutama di lembaga pendidikan  ?



            Pendidikan mutikuturalisme Jika kita menganalogikan sebuah sekoci di lautan lepas, kehidupan kita juga terapung pada berbagai keberagaman suku, agama, ras dan budaya dalam berbagai dimensi. Maka cara terbaik untuk bertahan (survive) adalah mengikuti hukum yang berlaku didalamnya tanpa menanggalkan identitas kita sebagai muslim. Itulah perilaku multikultural. Maka, menjadikan pihak lain selain diri kita sebagai musuh dengan berbagai doktin yang dianggap benar adalah tindakan yang tidak dibenarkan dengan alasan apapun.
             Sehubungan dengan hal tersebut, membangun hubungan horizontal yang tulus sesama manusia (hablum minan naas) adalah pilihan cerdas dalam menintegrasikan dengan pola hubungan vertikal dengan pengatur jagad raya yaitu Allah SWT ( hablum minallah ). Bukankah Allah SWT mengajarkan kita dengan nama-nama indah-Nya dalam asmaul husna ? kita bisa belajar mencintai (ar rahmaan), membangun perdamaian (as salam), suka memaafkan (al ghaffar), berempati dengan mendengarkan suara hati orang lain (as samii’) dan membangun kebersamaan (al jamii’). Inilah pesan penting untuk membangun kedamaian di dunia saat ini.
               Kurikulum pendidikan Islam Rahmatan lil aalamin  merupakan bagian dari materi pengayaan yang ditambahkan pada kurikulum 2013, baik di madrasah Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Aliyah maupun pondok pesantren. sebagaimana dijelaskan oleh profesor Kamarudin, kurikulum ini merupakan bentuk improvisasi dan inovasi untuk meningkatkan mutu pengajaran agama yang toleran dan moderat. Termasuk akan ditanamkannya nilai pluralisme dan multikulturalisme. Hal ini menjadi penting mengingat akhir-akhir ini banyak bemunculan sikap fanatik oleh sekelompok golongan yang menyalahkan dan mengkafirkan kelompok lain dengan disertai tindakan kekerasan (radikal).
                Jika merunut pada dawuh ulama’ kharismatik, KH.Ahmad Shiddiq, ada tiga hal yang harus menjadi pijakan dalam kurikulum pendidikan islam rahmatan lil alamin ini yaitu : (1).At tawasshut yakni sikap seorang muslim yang menghindari pemahaman agama secara fanatik dan membabi buta (fundamental) maupun terlalu meremehkan sebuah ajaran (liberal) dalam aktifitas keagamaannya, (2).At tawazzun yaitu sikap pemahaman akan keseimbangan dalam beraktifitas, baik duniawi maupun ukhrawi dan (3). Al I’tidal yaitu sikap tegak lurus dalam menegakkan syariat Islam (Anas Yusuf : 2006 : 18) Nilai-nilai diatas dipandang perlu untuk diwujudkan dalam muatan kurikulum sebagai landasan dalam proses kependidikan disekitar kita.        
                Dan kehadiran kurikulum berbasis moderasi dan multikurtural tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan besar bangsa ini untuk memberangus praktek terorisme sampai akar-akarnya. Selain itu, upaya memberlakukan kurikulum ini haruslah mencerminkan perilaku bangsa berasaskan pancasila dan UUD 1945 dan terintegrasikan dengan pendidikan wawasan kebangsaan sebagai wujud pengabdian kepada nusa dan bangsa.
 Sinergi poros Tricenta pendidikan
               Selain mewujudkan kurikulum bernuasa kerahmatan ini, upaya memberantas paham terorisme dari benak generasi emas kita adalah mewujudkan terjadinya sinergi para punggawa Tri Centra pendidikan yaitu keluarga, guru dan masyarakat umum. Keluarga adalah faktor terpenting dalam barisan awal. Will Durant (1926) menegaskan, keluarga adalah fundamen paling besar seluruh peradaban dalam sejarah. Dalam hal ini menunjukkan bahwa keluarga harus proaktif mewujudkan nilai kebersamaan dalam kebaikan Guru, sebagai pihak yang menjadi percontohan pada lingkungan sekolah haruslah tetap pada makna sebenarnya dari ‘’guru’’ yaitu digugu lan ditiru.
                Sedangkan masyarakat umum sebagai unsur terakhir memiliki peran yang strategis dalam mengupayakan pendidikan mutikultural bagi generasi bangsa ini. Secara subtansi, banyak dari kita sudah mempraktekan pola saling menyayangi dan mencintai dalam aktifitas sekolah atau madrasah kita seperti saling memberi, saling membantu, saling bertukar pikiran dan saling menyayangi antar komponen dalam lingkungan sekolah. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW bahwa mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri adalah syarat keimanan seorang muslim.
                 Maka, kehadiran kurikulum bernuansa kerahmatan ini dapat menjadi spirit baru yang menyertai perilaku sosial tersebut kita apresiasi dan kita berlakukan dengan sebaik-baiknya. Selain hal tersebut, perlu digarisbawahi bahwa selain konsepsi dan pengemasan yang jelas dan mencakup nilai pendidikan moderasi seperti yang diamanatkan KH. Ahmad Shiddiq diatas, upaya sosialisasi perangkat pendidikan ini haruslah jelas dan terdistribusi kepada seluruh lembaga tanpa ada batas teritorial mengingat pentingnya tujuan yang diharapkan ingin dicapai. Selamat datang kurikulum pendidikan Islam Rahmatan lil alamin !

You Might Also Like

0 komentar: